Agama dan Kekerasan
Oleh Yusep Munawar Sofyan
Beberapa definisi mengenai kesatuan antara negara dan agama sempat menyeruak kepermukaan diantaranya adalah konsep yang dibawa oleh Augustinus dalam tradisi Barat dan Abu A’la Maududi dalam tradisi Islam. Kesatuan antara negara dan agama ini lebih jelas ditekankan oleh Maududi dengan konsep theodemokrasi, yakni ada tangan Tuhan yang ikut menuntun peri kehidupan masyarakat yang didefinisikan dalam al-Qur’an atau kitab suci. Selama ini, pemahaman dalam kitab suci agama menjadi dalih legitimasi untuk melakukan kekerasan. Apakah benar bahwa agama hanya memiliki ajaran yang monolitik?
Tiga varian pandangan di atas setidaknya harus menjadi stereotif bahwa pandangan Islam itu tidak monolitik, karena seluruh pandangan tersebut bernash artinya banyak pilihan dalam menentukan kebijakan teologis tertentu yang akan dianut.
Namun perkembangannya di beberapa negara muslim, pandangan-pandangan tersebut cenderung monolitik, yakni tergantung kepada penguasa yang menggunakan faham atau madzhab mana yang dia anut untuk menentukan kebijakan negara. Yang lebih ironi, di beberapa negara meskipun bukan negara Islam, sekelompok umat Islam berani mengintervensi negara untuk mengeluarkan keputusan-keputusan yang bertentangan dengan konstitusi negara tersebut.
Rujukan Utama Negara
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki konstitusi dan aturan hukum sendiri, seharusnya mampu menyelesaikan permasalahan bangsa ini dengan merujuk kepada konstitusi (undang-undang, penj). Yang menjadi permasalahan sekarang adalah keberadaan negara cenderung mengikuti kehendak massa yang cenderung bertentangan dengan aturan hukum dan konstitusi Negara.
Ada beberapa statifikasi aturan hukum yang harus diikuti dalam menentukan keputusan-keputusan hukum. Di antara rujukan negara Indonesia yang paling fundamental adalah Undang-undang Dasar. Maka keputusan atau aturan-aturan hukum di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan aturan fundamental tersebut. Yang menjadi permasalahan adalah banyak aturan hukum turunan yang bertentangan dengan Undang-undang Dasar tersebut salah satu contoh maraknya perda-perda Syari’at.
Harus difahami lebih awal yakni negara Indonesia bukan negara Islam maka aturan Hukum yang berhak hidup di Indonesia adalah aturan hukum negara bukan perda-perda Syariat yang cederung berbau negara Islam atau ingin mengislamkan. Keberadaan Syariat Islam di beberapa sisi cenderung mengalienasi kebebasan dan kemerdekaan manusia untuk beribadah dan berkeyakianan sesuai dengan agama dan kepercayaanya tersebut, sesuai dengan Undang-undang dasar pasal 29 ayat 2.
Namun bangsa ini memang bangsa yang ironi, kekuatan hukum mampu dikalahkan oleh kekuatan segelintir orang, tanpa memperhitungkan kelompok-kelompok yang memiliki pandangan yang lain mengenai aturan hukum, khususnya agama, maka tak pelak lagi banyak yang menyetarakan agama berbanding lurus dengan kekerasan. ()
Tidak ada komentar:
Posting Komentar