Senin, 25 Agustus 2008

Telisik 2

Resensi

Oleh : Yusep Munawar Sofyan

Judul : Melawan ‘Tentara Tuhan’; Yang Berwenang dan Yang Sewenang-wenang dalam Wacana Islam.

Penulis : Khaled M Abou El Fadl

Penerbit : Serambi

Keter-asing-an. Setidaknya, itulah kata yang tepat untuk mewakili kondisi kaum Muslim saat ini. Tatanan komunitas Muslim saat ini seolah tidak memiliki ruang interaksi. Mereka seolah telah ter-asing-kan dari tatanan sosial masyarakat. Itulah kesimpulan yang didapatkan Khaled M Abou El Fadl dalam pandangannya atas kondisi kaum Muslim saat ini, yang kemudian ia paparkan secara komperhensif dalam bukunya yang berjudul “Melawan ‘Tentara Tuhan’; Yang Berwenang dan Yang Sewenang-wenang dalam Wacana Islam”.

Fadl cenderung melihat adanya sebuah ketakutan dan ketidak berdayaan kaum Muslim –khususnya Muslim puritan dan Wahabisme- dalam menapaki jenajng kehidupan dunia yang sarat dengan fenomena dan pluralitas. Kondisi tersebut kemudian berkonsekuensi pada lahirnya klaim-klaim keagamaan yang bersifat eksklusif-radikal. Pandangan yang kemudian menggelindinkan klaim subjektif bahwa Islam yang benar adalah Islam Ahl as Sunnah wal al Jamma’ah.

Bertolak dari pandangan eksklusif-subjektif tersebut, Fadl kemudian mencoba mengambil segmen dengan berupaya ofensif guna menentang ‘mereka’ yang bobot moral hukum Islam dalam menggagas panmdangan keagamaannya. (Fadl, 36)

Menurut Fadl, fenomena keagamaan yang berkembang dalam tatanan masyarakat kerap ter-politisasi. Sehingga, cenderung berkembang pandangan bahwa pandangan mayoritas lah yang benar. Pada titik ini Fadl kemudian melayangkan kritik ofensifnya dengan berpendapat “Umat Islam boleh berusaha keras untuk menemukan kehendak Tuhan, tetapi tidak seorang pun yang memiliki otoritas untuk mengajukan klaim eksklusuf atas kebenaran itu. (Fadl, 40)

Fadl menambahkan, Tuhan tidak menuntut kebenaran objektif dan tunggal. Namun, Tuhan menghendaki agar umat manusia mencari kehendak Tuhan dan berusaha meneguhkannya. Kebenaran tersebut adalah sebuah kebenaran sejati yang dicari melalui pengembaraan keagamaan yang ofensif.

Otoritas yang patut dihargai sebagai kekuatan otoritatif adalah teks keagamaan itu sendiri. Namun, menjadi problematika keagamaan selanjutnya yaitu upaya interpretasi atas teks tersebut kerap ‘menjebak’ sang interpretator pada klaim subjektif akan kebenaran interpretasinya. Oleh karena itu, Fadl selalu memperingatkan manusia agar tidak berupaya memaksakan interpretasinya kepada pihak lain. Dalam artian, Fadl masih membuka ruang toleransi dan pluralitas bagi berbagai interpretasi atas teks. Sehingga nantinya akan lahir berbagai interpretasi yang beragam sesuai dengan pandangan sang interpretator. Sebab, teks itu otoritatif, namun tidak otoriter.

Alhasil, melalui bukunya ini, Khaled M Abou El Fadl mecoba memperingatkan umat Islam agar tidak mencoba menjadi ‘tentara Tuhan’ yang kerap melayangkan klaim subjektif-eksklusif atas Islam dan memaksakannya pada pihak lain. Sehingga nantinya akan terbentuk sebuah peradaban Islam yang plural, toleran dan damai.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

click
http://www.hukum1942.blogspot.com

ar'asy